Social Icons

Pasukan Diklat Teknis Peradilan

Rabu, Maret 25, 2009

Keadilan Itu Buta

Penegakan supremasi hukum sedang ramai dibicarakan. Ini penting mengingat Indonesia adalah negara berlandaskan hukum dan konstitusi. Dengan supremasi hukum insan-insan peradilan tidak terjebak retorika dan mafia peradilan. Pun berbagai macam kasus dapat diselesaikan dengan baik.

Namun supremasi hukum perlu penunjang: pengadilan. Mustahil hukum yang berdiri tegak tidak ditopang keadilan dari pengadilan yang jujur dan adil. Pengadilan sebagai badan, terdiri atas orang-orang yang berwenang mengadili, mendengar, dan memutuskan. Baik menyangkut kasus khusus, sipil dan militer. Juga berarti kamar, aula, gedung, atau tempat proses pengadilan dilakukan.

Sulit melacak asal mula pengadilan. Awal abad pertengahan di Eropa, fungsi pengadilan belum terpisah dari fungsi legislatif dan administratif. Raja, penguasa, dan kepala penasihat duduk ber¬sama dalam aula membahas urusan ini. Belum ada pemisahan fungsi secara tegas, masih campur baur kayak gado gado. Baru sejak abad ke-12 seiring banyaknya warga negara yang menyelesaikan pendidikan tinggi dan banyak profesi hukum diakui, terjadi perubahan fungsi secara nyata.

Ada dugaan istilah pengadilan court (dalam bahasa Inggris) berasal dari cortile. Ini gedung yang dikelilingi lorong-lorong beratap, mencirikan karakteristik istana (palazzo) zaman Renaisance. Semisal Palazzo M.Ricardi dan Palazzo Strozzi di Florence, Italia, abad ke-15.

Puncak pembangunan cortile terjadi di Roma. Palazzo della Cancelleria merupakan cortile berciri Renaissance, mulai dibangun 1486. Perancangnya Donato Bramance,yang pada 1547 menyelsaikan karya monumental, Palazzo Farnese. Karya ini juga di desain Michelangelo. Riwayat lain menyebutkan pada abad pertengahan, masih di Eropa, gedung pengadilan hanyalah bagian tambahan dari suatu kompleks bangunan. Semisal kompleks biara tempat mengasingkan diri dari kehidupan dunia, benteng pertahanan kota. Bahkan kompleks sekolah dan rumah sakit pun masa itu mempunyai gedung atau pengadilan sendiri. Maka sama sekali tidak mengherankan bila di dalam istana juga ada ruang pengadilan. Istana Alhambra di Granada, Spanyol,

dibangun abad ke 13 dan 14, misalnya, mempunyai kompleks pengadilan cukup, lengkap. Sehingga begitu ada indikasi tersangkut kasus tertentu, Tersangka bisa langsung diadili.

Namun pengadilan tidak berguna jika keputusan-keputusan yang dihasilkan jauh dari rasa keadilan. Keadilan itu sendiri disyaratkan sebagai hal yang bebas dari penilaian subjektif. Maka sejak dulu sudah ada tamsil: "Keadilan itu buta". Barangkali ungkapan ini tumbuh dari harapan bahwa dalam kondisi tidak melihat hakim bisa membawa keadilan mencapai derajatnya yang tinggi. Namun jejak tamsil popular ini belumlah jelas.

Dipercaya, bangsa Mesir kuno memulainya. Dalam menyelesaikan kasus, mereka punya pengadilan berupa ruang sangat gelap. Tidak memungkinkan bagi hakim melihat dan mengenali Terdakwa, Pembela, atau para saksi. Ruang pengadilan dibuat gelap gulita dengan tujuan melahirkan keadilan yang "buta" da¬lam arti keputusan hakim diharapkan bisa dijamin adil.

Ada juga anggapan tamsil itu berasal dari sejarah peradilan Inggris. Independensi hakim yang tidak pernah dipengaruhi oleh pertimbangan pribadi, prasangka atau simpati terhadap seseorang.

Bahkan salah satu monumen terkenal di dunia, yang menggambarkan "wujud" keadilan, terdapat di Pusat Pengadilan Kriminal London, mengambil wujud orang buta. Sehingga neraca di tangannya mustahil untuk dilihat.

Tersimpan pesan, "hakim seharusnya tidak memihak". Bebas perasaan suka atau tidak suka. Ketika hakim diintimidasi oleh kekuasaan atau diiming-imingi harta. Juga ketika "sang pengadil" dipengaruhi rasa kasihan atas ketidakberdayaan dan kemiskinan seseorang. Keputusan hakim hanya didasarkan pada bukti-bukti.

Nyatalah sejak dahulu keadilan sudah menjadi dambaan setiap insan. Sayangnya, di beberapa bagian dunia, keadilan ideal sering sulit tergapai. Barangkali benar keadilan itu "buta". Seandainya bisa melihat, mungkin "dia" akan kecewa mendapati kenyataan bahwa ada banyak hal di dunia ini dilakukan dengan mengatasnamakan "namanya”. ? (Dari pelbagai sumber/Intisari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentarnya

 

Komentar Tamu

Mengenai Saya

Foto saya
Tinggi di sebuah kota kecil, depok jawa barat, kalo mo kerumah koe dan nggak ketemu tanya aja ama tukang pos, dijamin Anda akan tersesat lebih jauh. Nah, mendingan kontak aja di viruscinta18@gmail.com. Mudah bukan,...Tetap semangat dan berkreatifivitas....Salam.

Link Penting

Sample Text