Social Icons

Pasukan Diklat Teknis Peradilan

Senin, Maret 23, 2009

Nyepi Dalam Persepsi Lingkungan Hidup

Artikel ini diturunkan menyambung dari artikel sebelumnya, bro…jadi kita langsung aja yah. Hari Raya Nyepi yang dilakukan oleh umat Hindu sesungguhnya mengandung makna yang dalam sekali. Terutama persoalan lingkungan hidup yang akhir-akhir menjadi bahan pembicaraan orang-orang ‘gedean’ di tingkat internasional. Para Kepala Negara, Presiden, Raja-Raja, Perdana Menteri, serta para Aktifis Lingkungan Hidup mengadakan pertemuan (yang pasti bukan pertemuan arisan, bro) pada Desember 2007 silam di Nusa Dua, Bali, termasuk Pedanda Sebali Tianyar Arimbawa yang Dharma Adhyaksa Sabha Panditaa Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), —pemimpin tertinggi majelis umat Hindu se-Indonesia— yang mencoba menggunakan momentum Nyepi sebagai perayaan World Silent Day: jeda global dalam sehari.

Tapi sangat disayangkan, usulan mulia itu ternyata seperti pribahasa yang mengatakan “anjing melolong kafilah pun cuek berlalu”. Begitulah, bro….

Gema usulan itu tenggelam di antara hiruk-pikuk perundingan delegasi negara-negara kuat yang berbeda-beda kepentingan. Bahkan, para cendekiawan dari Indonesia—termasuk dari Bali—tidak semuanya sepakat memperjuangkan hal ini. Karena itu, jangankan menjadi rekomendasi, usulan mulia itu belum bisa menjadi materi yang diagendakan untuk dibahas mengingat padatnya jadwal sidang dan kompetisi di antara delegasi yang mengusung materi masing-masing.

Nevertheless, don’t despair ...(jangan putus asa yah, bro…) Sebab, banyak jalan menuju Roma, begitu kata orang Roma tapi orang Betawi bilang “Emang gue pikirin”…

Kalau toh cara-cara formal seperti di atas kurang mendapat respon, bukan berarti kita berhenti pada persoalan ini. Solusi yang tepat barangkali adalah terus memberikan informasi kepada masyarakat luas, baik di tingkat pemerintahan pusat, daerah, para pebisnis, politikus, hingga ke lapis rakyat jelata. Mereka perlu diberi kesadaran atau sebenarnya udah sadar tapi pura-pura nggak sadar, mengenai ancaman pemanasan global (global warming) yang telah tampak di pelupuk mata.

Apa itu pemanasan global (global warming)

Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global – termasuk Indonesia – yang terjadi pada kisaran 1,5–40 Celcius pada akhir abad 21.

Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb).

Menurut pakar gunung es di Pusat Data Es dan Salju Negara (NSIDC) di Universitas Colorado menyadari ada bagian dari daratan es Wilkins luruh pada 28 Febuari. Gunung es berukuran 41 kilometer dan 2,4 kilometer itu luruh di sisi baratdaya bagian depan daratan es tersebut. Daerah luruh itu seluas 415 kilometer persegi dan sebagian besar darinya saat ini hanya ditopang lapisan es tipis menurut NSIDC.

Wilkins adalah daratan luas berupa lapisan es abadi, yang mengapung dengan luas 13 ribu kilometer persegi di baratdaya semenanjung Antartika, 1.600 kilometer selatan Amerika Selatan.

Dalam 50 tahun terahir, bagian barat semenanjung Antartika menghangat sekitar 0,5 derajat selsius setiap dasawarsa, kenaikan suhu tercepat di seluruh penjuru dunia. Ilmuwan NSIDC Ted Scambos menyatakan daratan es itu terbentuk ratusan tahun, namun udara hangat dan terpaan gelombang laut mengakibatkannya retak. Oleh karena musim panas di Antartika segera berahir, Scambos menyatakan tidak memperkirakan daratan es itu akan retak kembali dalam waktu dekat.

Berdasarkan analisa di atas, sepertinya kita sudah mulai rasakan dampak dari pemanasan global (global warming) itu dengan adanya berbagai macam bencana yang menimpa negeri ini. So, kini sudah saatnya kita mengintropeksi diri, bebenah dalam bersikap untuk merawat, menjaga dan melestarikan alam yang kita huni ini.

3 komentar:

  1. saya prnah tinggal dibali, dan nyepi merupakan peristiwa yang bener2 pantas masuk 7 keajaiban dunia

    BalasHapus
  2. @bisnisway :
    sayangnya aku nggak pernah ke bali, bro...wah Anda beruntung kalo gitu. Btw, selain pantas masuk sebagai 7 keajaiban dunia, Nyepi sebenarnya salah satu solusi dalam menyikap persoalan global warming, yah bro...oke deh... siplah..

    BalasHapus
  3. ok, akan saya coba! dan himbauan bagi smua, mulailah dari diri sendiri guys!
    hemat air & listrik dirumah/dikantor. mulai kurangi pemakaiannya min.1 jam/hari (bs ditambah pelan2). bayangkan bila seluruh umat manusia di muka bumi ini melakukannya.. :)

    thx for sharing..

    BalasHapus

Terimakasih atas komentarnya

 

Komentar Tamu

Mengenai Saya

Foto saya
Tinggi di sebuah kota kecil, depok jawa barat, kalo mo kerumah koe dan nggak ketemu tanya aja ama tukang pos, dijamin Anda akan tersesat lebih jauh. Nah, mendingan kontak aja di viruscinta18@gmail.com. Mudah bukan,...Tetap semangat dan berkreatifivitas....Salam.

Link Penting

Sample Text